Thematic: Geo-Culture Diversity

  • Batu Hoda, altered YTT sediment
  • Simanindo, terrace sediment
  • Huta Bolon, Batak Museum

Aspek Geologi

Panorama bentangalam bagian ujung utara pulau Samosir (kawasan Simanindo), memperlihatkan jejak pengangkatan berupa pulau-pulau kecil (atas), jejak-jejak teras berundak (tengah dan bawah).Bentang alam Simanindo up-lifting. Batuhoda uplift Samosir, altered YTT sedimen Samosir, uplift zone dan slumping lake sedimen.

Aspek Biologi

Pada Geosite ini masyarakatnya menanam jagung, Padi dan Ubi, pohon perdu, berduri, Pohon mangga, Pisang dan lain-lain. Disamping itu adanya dari potensi air Danau, masyarakat memancing ikan mas, ikan nila.

masih daun majemuk menyirip, panjang hingga 15 cm. Anak daun ovate, pangkal membundar, ujung runcing, pinggiran sedikit bergerigi. Daun dan tangkai daun pada bagian pucuk berwarna merah atau keunguan. Perbungaan majemuk yang muncul dari batang (cauliflora), sering dikunjungi semut untuk mendapatkan nectar yang diekskresikan didasar bunga. Mahkota bunga berwarna kehijauan, 5 bagian, sekitar 1-2mm.Buah berupa buah Buni menggerombol dengan 2-4 biji, diameter sekitar 3mm.Buah inilah yang dipanen dan digunakan sebagai bumbu masak.

Aspek Budaya

Museum Huta Bolon Simanindo adalah satu situs warisan Raja Sidauruk yang terletak di Desa Simanindo. Sejak 1969 bangunan ini dijadikan sebagai museum terbuka untuk umum. Di area Museum ini terdapat sejumlah rumah adat dengan bangunan Huta Bolon Simanindo sebagai master piece-nya. Koleksi dari Museum Huta Bolon berupa peninggalan leluhur dari orang Batak Toba khususnya yang bermukim di Samosir; seperti parhalaan, pustaha laklak, tunggal panaluan, dan solu bolon. Di Museum ini juga disajikan eksibisi pertunjukan seni tradisional (musik gondang dan tor-tor/tarian Batak Toba). Lokasi ini terdapat di area Geosite Simanindo-Batu Hoda disamping itu di Rumah Bolon ini ditampilkan atraksi

Sigale-gale

Adalah boneka yang terbuat dari kayu. Material yang digunakan adalah dikenal dengan masyarakatnya dikenal dengan nama “hau pokki (sejenis kayu besi) dalam bahasa latinnya Eusideroxylon Zwageri)”. Tarian sigale-gale menggambarkan cerita tentang kesdihan seorang raja yang kehilangan anaknya. Tersebutlah seorang raja yang kaya bernama Tuan Rahat. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Manggale. Anaknya tersebut diharapkan segera mendapat jodoh. Namun setiap perempuan yang disukainya selalu tak mau mendampinginya. Suatu ketika, sang raja turut mengirim anaknya berperang dalam rangka meluaskan wilayah kerajaan. Anak itu ternyata mangkat pula di medan perang. Untuk mengenang anaknya, sang raja memesan sebuah patung dibuatkan mirip sang anak, dan sehidup mungkin. Patung tersebut kemudian dinamainya Sigale-gale. Namun sang raja memesankan agar patung tersebut ditempatkan saja agak jauh dari rumah, yakni di sopo balian. Nanti, pada saat upacara kematiannya, patung itu dapat dijemput untuk menari di samping jenazahnya. Jadi pertunjukan Sigale-gale dulunya diadakan hanya kepada seorang raja yang kehilangan keturunan, namun saat ini sudah ditampilkan kepada wisatawan.