Thematic: Geo-Archeo-Anthropology

  • Ambarita, dacitic lava dome
  • Sipalaka Siallagan, Archeological site
  • Huta Siallagan Stone chair Anthropological site
  • Tuktuk, dacitic dome
  • Tomok, Arsophagus
  • Tomok, lake sediment

Aspek Geologi

Memperlihatkan bentangalam kubah lava rio-dasitan yang sebagian tertutupi oleh endapan danau (atas) dan singkapan lava rio-dasitan berstruktur ‘flow-banding’ (bawah), batuan ini dipergunakan sebagai bahan bangunan situs Batu Parsidangan Huta Siallagan. Seri endapan danau yang terdapat di sekitar Tomok, pada singkapan ini terdapat arang kayu (charcoal) yang berumur 25.000 tahun.

Aspek Biologi

Mangga, dalam bahasa latinnya Mangifera indica cukup banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Samosir, namun lebih banyak mangga jenis udang. Sekalipun ukurannya kecil, tetapi citra rasanya cukup berbeda dibandingkan mangga jenis lain, yakni terasa sedikit masam tetapi manisnya lebih dominan

Aspek Budaya

Kampung tradisional Siallagan seluas 2.400 meter persegi ini dikelilingi oleh tembok setinggi 1,5 hingga 2 meter tersusun dari bebatuan alami. Di masa lalu, tembok ini berfungsi sebagai penahan serangan dari suku lain dan gangguan binatang buas. Kampung ini dibangun oleh Raja Laga Siallagan, kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Di Huta Siallagan ini dijumpai 8 (delapan) unit rumah tradisional batak masing-masing dengan fungsinya yang berbeda (rumah raja dan keluarga, rumah pemasungan dan lainnya), yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun. Lokasi ini terdapat di area Geosite Ambarita-Tuktuk-Tomok, disamping itu adanya mkam Raja Sidabutar Orang pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Samosir dipercaya adalah Raja Sidabutar. Makam Raja Sidabutar sudah berusia 460 tahun diklasifikasikan ke dalam Sarkofagus. Terletak di Desa Ambarita, Samosir, lokasi ini terdapat di area Geosite Ambarita-Tuktuk-Tomok.

Menurut penuturan para orangtua, Huta atau kampung adalah sebuah kelompok rumah yang berdiri di atas tanah satu kawasan yang dihuni oleh beberapa keluarga yang terikat dalam satu kerabat. Dalam masyarakat Batak, dimana marga merupakan sebuah identitas yang akan menjelaskan asal usul kekerabatannya, maka Huta atau kampung juga dibangun sebagai identitas tempat tinggal yang selanjutnya huta akan dinamai sebagai huta marga. Demikian juga halnya marga Siallagan (turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isumbaon anak ke dua si Raja Batak) membangun sebuah huta/perkampungan yang dinamakan Huta Siallagan yang dibangun oleh keluarga marga Siallagan yang dikuasai oleh seorang pemimpin yaitu Raja Huta, dalam hal ini Raja Siallagan. Pembangunan huta Siallagan, konon dilakukan secara gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja LAGA Siallagan dan selanjutnya diwariskan kepada keturunannya Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya kepada keturunan raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng dan diatasnya ditanami bambu (bagi orang Batak, bambu memiliki multi guna sebagaimana suku bangsa Indonesia yang lain). Dahulu, untuk membangun rumah adat Batak, juga dilakukan dengan cara gotong royong mengangkut kayu dari hutan atau ladang keluarga, kemudian mendirikannya sesuai bentuk dan aturan pendirian rumah adat Batak. Huta Siallagan, berada di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Kabupaten Samosir, terletak 150 m dari pinggiran Danau Toba, Pulau Samosir bagian Timur, berjarak 3 km dari Tuktuksiadong (pusat perhotelan) atau 5 km dari huta/kampung Tomok (dermaga Ferry) sementara melalui danau berjarak 12 km dari kota Parapat. Luas huta Siallagan diperkirakan 2.400 m persegi, dengan sebuah pintu gerbang masuk dari sebelah Barat Daya dan pintu keluar dari arah Timur. Huta ini dikelilingi dengan tembok batu alam dengan ketinggian 1,5 – 2,00 meter yang disusun dengan rapi. Pada masa lampau sebagaimana disebutkan tadi, tembok dengan lebar 1-2 meter ini ditanami dengan bambu untuk menjaga huta dari gangguan binatang buas maupun penjahat. Dari pintu masuk terdapat patung batu besar yang diyakini sebagai penjaga dan mengusir roh jahat yang ingin masuk kedalam huta, patung ini disebut Pangulubalang. Dimasa lalu orang-orang yang tinggal di huta Siallagan termasuk Raja Siallagan masih menganut agama asli Batak (agama Parmalim).