Perhatian para ahli di dunia melalui PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada pelestarian lingkungan hidup baru dimulai sejak pada tahun 1972 dengan membentuk sebuah lembaga yang menangani masalah Lingkungan Hidup, yaitu United Nation Environment Programme (UNEP) yang merupakan awal kesadaran masyarakat dunia terhadap masalah lingkungan hidup. Pada tahun 1992, dikarenakan kerusakan lingkungan masih dirasakan masif di berbagai belahan dunia, PBB mengadakan KTT bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Rio de Janeiro mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan berkelanjutan yang ditandatangani oleh 179 kepala negara/pemerintahan termasuk Indonesia. KTT Bumi tersebut merupakan tonggak sejarah tentang perhatian dunia terhadap lingkungan hidup yang menyatukan para kepala negara dan pejabat pemerintah dari seluruh dunia bersama dengan utusan badan - badan PBB, organisasi internasional dan utusan lainnya dari berbagai organisasi non pemerintah melalui konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, tetapi juga bagi kebijaksanaan pembangunan. Hal tersebut menyatakan dengan jelas bahwa pembangunan nasional atau negara tidak dapat dipisahkan lagi antara pengelolaan lingkungan dengan pembangunan sosial ekonomi.

Prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalamnya harus dilandasi dengan setiap kebijakan pemerintah di masa depan dengan mempertimbangkan implikasi lingkungan terhadap pembangunan sosial ekonomi dengan tujuan menciptakan keserasian antara dua kebutunan penting, yaitu lingkungan yang bermutu tinggi dan perkembangan serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi seluruh penduduk dunia. Hingga tahun 1980, telah banyak program yang telah digulirkan oleh lembaga-lembaga internasional pada saat itu seperti world heritage, men and biosfer, ecotorim, geotorism, dll, namun belum mampu mengatasi kerusakan lingkungan yang masif terjadi pada saat itu. Hal tersebut dikarenakan konsep perlindungan yang ada belum dilaksanakan secara komprehensif (masih bersifat sektoral), hanya terfokus pada pelestarian flora fauna (hayati) dan budaya nirhayati. Hal tersebut tidak terkecuali di Indonesia, dari sekian banyak peraturan mengenai pelestarian lingkungan hidup saat itu, belum ada yang mengatur tentang upaya pelestarian warisan geologi sebagai tempat/ dasar dari makhluk hidup tinggal. Hal tersebut sangat disadari oleh para ahli geologi, sehingga pada sekitar tahun 1984 atas keprihatinannya akan kerusakan lingkungan (terutama situs geologi) yang terjadi di berbagai belahan bumi, meluncurkan sebuah konsep konservasi yang berkelanjutan dengan nama/istilah "Geopark". Penerapan konsep Geopark pertama kali dilakukan pada 4 kawasan di Eropa, yaitu Haute Provence Geopark (Prancis), Maestrazgo/Terruel Geopark (Spanyol), Lesvos Island Geopark (Yunani), Vulkaneifel Geopark (Jerman). Konsep Geopark mulai diperkenalkan secara luas sekitar tahun 1990-an, diawali dengan keikutsertaan dua orang (Guy Martini dan Nickolas Zouros), masing-masing dari Prancis dan Yunani, pada acara Konggres Geologi Internasional di Beijing tahun 1997. Salah satu materi yang dibahas pada konferensi itu adalah warisan geologi.

Pada tahun 2002 pertemuan dilanjutkan di Johannesburg. Inisiatif pembentukan geopark menjadi dimensi baru bagi perlindungan warisan budaya dan alam, yang menekankan pada potensi interaksi antara pengembangan sosio-ekonomi dan budaya dengan konservasi lingkungan alam. Divisi lImu Kebumian UNESCO dan kelompok ahli geopark Eropa merekomendasi pembentukan Jaringan Global Geopark Nasional dengan sasaran:

  1. Konservasi lingkungan
  2. Pendidikan ilmu kebumian secara luas
  3. Penumbuhan dan pengembangan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Pada Februari 2004 kelompok ahli geopark UNESCO berkumpul di Paris dan menghasilkan beberapa keputusan penting seperti:

  1. Menetapkan keberadaan Jaringan Global Geopark
  2. Menerima naskah pedoman dan tata cara pendaftaran geopark di jaringan global
  3. Menerima 17 geopark lama di Eropa dan 8 geopark baru di Cina menjadi anggota Jaringan Global Geopark Di Beijing, Cina (27-29 Juni 2004) diselenggarakan Konferensi Internasional Geopark pertama, sebagai promosi adanya jaringan geopark dunia. Pertemuan diikuti oleh perwakilan pemerintah dari beberapa negara dan komunitas bukan-pemerintah.

Jaringan Global Geopark bekerja secara sinergi dengan World Heritage Centre UNESCO, Man & Biosphere (MAB) World Network of Biosphere Reserve, kelompok nasional dan internasional (pemerintah, nonpemerintah) yang berafiliasi dengan konservasi warisan geologi. Dalam hal ini UNESCO akan senantiasa bekerjasama, terutama dalam hal pendidikan, menejemen (pengelolaan), kepariwisataan, pengembangan berkelanjutan dan perencanaan regional di antara anggota jaringan. Hingga tahun 2004 tersebut, terdapat 57 kawasan geopark dari 18 negara telah menjadi anggota Jaringan Global Geopark.

Secara khusus, pada tahun 2000, dibentuk Jaringan Geopark Eropa yang bertujuan: mempromosikan warisan geologi kepada umum,dan mendukung pengembangan ekonomi berkelanjutan di Kawasan geopark, terutama melaului pengembangan geowisata. Dari awalnya yang hanya terdapat di 4 negara bagian, pada Juli 2006 geopark selanjutnya menyebar di 33 negara bagian di 13 negara di Eropa. Jaringan Geopark Eropa itu sendiri disahkan oleh UNESCO pada tahun 2001, dan pada tahun 2004 diberi tanggung-jawab untuk mengatur keanggotaan Jaringan Global Geopark UNESCO di Eropa. Semua geopark di Eropa sudah dikembangkan menjadi objek dan daya-tarik wisata dalam kemasan geowisata. Geopark-geopark yang tersebar di berbagai negara di Daratan Eropa itu terletak di antara Samudera Atlantik, LautUtara, Laut Baltik, Laut Mediterania, dan Laut Hitam.

Seiring dengan tumbuhnya apresiasi di setiap negara (terutama Cina dan Jepang) maka jumlah anggota yang tergabung dalam Jaringan Geopark Global UNESCO-pun semakin bertambah. Dari sekitar 32 anggota pada tahun 2004-2005 berkembang menjadi 64 anggota hingga musim panas tahun 2009. Cina menjadi negara yang mempunyai geopark paling banyak di dunia. Dari 160 geopark nasional yang terdapat di negara itu, 8 geopark terdaftar sebagai geopark global pada tahun 2004, kemudian bertambah 4 kawasan di tahun 2005, 6 kawasan selama tahun 2006, 2 kawasan ditahun 2008, dan pada tahun 2009 bertambah 3 kawasan lagi. Total, hingga tahun 2009 Cina 23 mempunyai geopark global yang tergabung dalam UNESCO. Di tahun-tahun mendatang, geopark Cina yang tergabung dalam Global-UNESCO Jaringan Geopark pasti akan terus bertambah. Pertambahan itu seirino dengan aneka manfaat yang dapat diperoleh dari upaya perlindungan yai n terhadap warisan bumi.

Pada tahun 2015, melalui sidang umum Unesco ke 38 di Paris pada 17 November 2015, Geopark secara resmi diakui sebagai salah satu program Unesco bernama International Geoscience and Geopark Programe (IGGP) dan Pedoman Operasional Geopark Global UNESCO sendiri termuat dalam Dokumen 38C/14. Sejalan dengan telah diakuinya konsep geopark sebagai salah satu program Unesco tersebut maka istilah Global Geopark Network (GGN) yang digunakan sejak tahun 2000 tersebut berubah nama pula menjadi Unesco Global Geopark (UGG). Hingga saat ini telah terdapat 120 kawasan Geopark Global Unesco yang tersebar di 33 negara dan Indonesia memiliki 2 kawasan Unesco Global Geopark yaitu Kawasan Unesco Global Geopark Batur di Bali dan Unesco Global Geopark Gunung Sewu di Kabupaten Gunung Kidul, Wonogiri, dan Pacitan.