Danau Toba yang berukuran 90 x 30 km, terbentuk oleh proses amblasan (collapse) yang menyertai erupsi ‘supervolcano’ tersebut, kemudian teriisi oleh air hujan dan membentuk sebuah danau. Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar di dunia mempunyai luas + 1130 km2 yang menampung air hujan 240 Km3, dengan kedalaman maksimum mencapai + 500 m.
Secara khusus pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta Pemerintah Pusat telah menyusun dokumen Gerakan Penyelamatan Danau Toba (Germadan Toba). Dokumen ini memuat program penyelamatan danau yang dilakukan oleh masing-masing stake holder baik didalam kawasan geopark Kaldera Toba maupun diluar kawasan, sesuai dengan peranan masing-masing. Germadan meliputi enam aspek, yakni:
- Perlindungan Daerah Tangkapan Air, sempadan danau dan sungai serta penanggulangan lahan;
- Pengendalian pencemaran air;
- Perlindungan keanekaragaman hayati;
- Penataan kebijakan;
- Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dan
- Pengembangan pariwisata.
Danau Toba merupakan danau multi fungsi; sebagai sumber air baku air minum, air pertanian, sarana transportasi, sarana budidaya perikanan, destinasi wisata, sumber pembangkit listrik, sarana mandi dan cuci, tempat mandi ternak serta tempat penampungan seluruh air larian dan air limbah dari daerah tangkapan air dan dari perairan itu sendiri. Pemanfaatan yang paling dipromosikan saat ini adalah destinasi wisata, yang untuk keberhasilannya antara lain mempersyaratkan kualitas air yang baik. Sementara itu pemanfaatan multi fungsi tersebut telah mempengaruhi kualitas air Danau Toba.
Berbagai kebijakan sudah diterbitkan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengupayakan kelestarian Danau Toba, antara lain:
- Perda I/1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba,
- Lake Toba Ecosystem Management Plan (LTEMP) yang melahirkan Badan KoordinasiPelestarian Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT),
- Pergub 1/2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba,
- Perpres 81/2014 tentang Penataan Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya serta
- Pergubsu No. 188.44/209/KPTS/2017 tentang Status Trofik Danau Toba serta Pergubsu No.188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan. Hingga kini berbagai kebijakan ini belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam pelestarian kawasan Danau Toba.
Danau Toba telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi utama pariwisata nasional dan juga telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Danau Toba juga merupakan salah satu danau prioritas yang harus di konservasi. Untuk mewujudkan hal tersebut maka ketersediaan regulasi merupakan hal yang mutlak, oleh sebab itu penetapan baku mutu, penetapan daya tampung beban pencemar serta alokasi beban pencemaran di kawasan Danau Toba adalah kebijakan yang sangat perting.
Sebagai tindak lanjut penetapan daya tampung beban pencemaran dan alokasi beban pencemaran maka dibutuhkan instalasi pengolahan air limbah yang masuk ke Danau Toba, baik limbah domestik, peternakan, pertanian, industri, maupun limbah-limbah lainnya.
Dengan pengembangan Danau Toba sebagai destinasi utama wisata, maka beban limbah domestik baik cair maupun padat akan meningkat secara signifikan. Oleh sebab itu kebutuhan instalasi pengolahan air limbah domestik, instalasi pengolahan tinja maupun sampah adalah hal yang mutlak di kawasan ini.
Dalam rangka konservasi danau maka telah dilakukan kebijakan oleh pemerintah propinsi Sumatera Utara yang memiliki dalam pengendalian pencemaran air adalah menetapkan daya tampung beban pencemaran air danau Toba, demikian juga dengan penetapan status trofik . Status trofik adalah status kualitas air danau berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton atau produktifitasnya. Status trofik merupakan unsur penting dalam ekosistem air, merefleksikan pengaruh antropogenik pada kualitas air dan fungsi ekologis sungai, danau maupun waduk.