Sosialisasi Pelestarian Cagar Budaya pada Kegiatan Simulasi Opera Batak Camp

Edukasi Geopark di SD Kawasan Geosite Silahisabungan
July 18, 2023
Giat Pertama, kedua dan ketiga pra Revalidasi TCUGGp
July 18, 2023
Edukasi Geopark di SD Kawasan Geosite Silahisabungan
July 18, 2023
Giat Pertama, kedua dan ketiga pra Revalidasi TCUGGp
July 18, 2023
Show all

Sosialisasi Pelestarian Cagar Budaya pada Kegiatan Simulasi Opera Batak Camp

Sosialisasi Pelestarian Cagar Budaya Pada Kegiatan simulasi Opera Batak Camp di Culture-poit Hutabalon pada tanggal 25 Juni 2023 bagian dari Geosite Batuhoda Simanindo. Opera merupakan seni pertunjukan yang dipentaskan dengan cara menyanyikan cerita, opera Batak juga memasukkan unsur lagu di dalam pementasannya. Opera Batak adalah suguhan pertunjukan beragam dari mulai teater musik, dan tari, nyanyi dan terkadang juga dihadirkan pencak silat sebagai pertunjukan variatif yang sudah muncul sejak tahun 1920-an, didirikan oleh Tilhang Oberlin Gultom Pada tahun 1928, Gultom mengubah nama Tilhang Parhasapi menjadi Tilhang opera Batak dengan maksud menarik perhatian masyarakat sekaligus sebagai identitas bagi kesenian masyarakat Batak.

Kedatangan misionaris-misionaris Jerman dan Belanda yang memperkenalkan agama Kristen dalam kehidupan warga Batak, memberikan pengaruh terhadap kesenian Tilhang Opera Batak. Pengaruh tersebut menimbulkan nama baru yang setelah itu diketahui dengan nama Opera Batak. Opera Batak tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan di masyarakat, tetapi berperan sebagai kritik sosial atas berbagai persoalan yang terjadi di sekitarnya. Pada masa penjajahan, opera ini dijadikan alat perlawanan terhadap kolonialisme karena sifatnya yang tidak berjarak dengan lingkungan tempatnya berada. Cerita-cerita yang diangkat di opera ini merupakan realitas sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Salah satu teks perjuangan operas ini adalah “Pulo Batu” yang mengisahkan perlawanan Si Singamangraja XII. Naskah ini sering dipentaskan terutama di masyarakat yang menjadi basis perjuangan Si Singamangaraja XII. Cerita lainnya dalam opera ini adalah kisah Si Boru Tumbaga. Cerita ini mengangkat pahitnya nasib kaum perempuan terutama dalam pembagian harta warisan. Tidak seperti pertunjukan teater modern, teks-teks yang dipentaskan dalam opera Batak tidak tercatat detail, para pemain diberikan satu cerita berikut endingnya dan dibebaskan berimprovisasi lewat dialog dan karakter. Hal ini yang membuat pertunjukan opera Batak begitu cair bagi penontonnya
Kegiatan ini dilaksanakan oleh PlOt ( Pusat Latihan Opera Batak P.Siantar) dibawah pimpinan Pak Thomson dengan anggota sekitar 40 orang, didukung Dinas Budparsu dan Pengelola Museum Batak & Rumah Kaca Hutabolon ( Ibu Tiolina dan kelbes). Kegiatan ini perlu dikembangkan dan dikolaborasikan terus sbg bagian dari keguatan Konservasi Budaya & Ekonomi Kreatif.