
Setelah Green Card, Toba Caldera Meraih “Silver Award” di Ajang Geopark Smart Tourism Asian Development Bank
Senin, 6 Oktober 2025
JAKARTA, BPTCUGGp |, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan rapat koordinasi dengan berbagai unsur kementerian lain dalam rangka merespon berbagai masalah pengelolaan geopark di Indonesia, Selasa (21/10/2025), di meeting room lantai 1 Hotel Orchardz Jakarta. Rapat ini secara khusus meminta Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (UGGp) yang diwakili General Manager Azizul Kholis untuk memaparkan berbagai permasalahan yang dihadapi sepanjang proses pengelolaannya hingga mendapatkan status green card kembali dari UNESCO.
Dalam kata sambutannya, sekaligus membuka rapat yang dihadiri lintas kementerian dan sejumlah perwakilan lembaga pengurus UGGp se-Indonesia, Staf Khusus Kemendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengungkapkan bahwa rapat ini dilatarbelakangi oleh ditemukannya sejumlah masalah dan tantangan yang dialami pemerintah daerah dan badan pengelola UGGp di Indonesia.
“Masalah itu antara lain berasal dari pusat, yang menyebabkan posisi kelembagaan geopark dalam sistem pemerintahan dan penganggaran menjadi tidak jelas,” katanya.

Apa yang dimaksudnya dengan masalah dari pusat, adalah kedudukan Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) yang saat ini dalam masa transisi. Sebelumnya KNGI bernaung di bawah Kemenko Maritim dan Investasi, tapi Kementerian itu kini sudah tidak ada lagi dalam nomenklatur kabinet.
“Untuk itu, kita sedang dalam proses usulan perbaikan Perpres, agar nanti peran KNGI bisa maksimal dalam meng-orkestrasi seluruh praktik pengelolaan geopark di Indonesia,” kata mantan aktivis tahun 1990-an ini.
Selain itu, tantangan yang dihadapi badan pengelola geopark adalah masalah hubungan BP TC-UGGp dengan pemerintah daerah. Tidak munculnya nomenklatur geopark secara tegas dalam sistem informasi pembangunan daerah membuat pemerintah daerah serba salah dalam mengalokasikan suatu mata anggaran untuk geopark. Dengan kata lain, status kelembagaan dan konsep pengelolaan yang diusung geopark belum dikenal dalam sistem Pembangunan Indonesia, meskipun pembangunan berbasis geopark sudah dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Pengalaman faktual tentang masalah kelembagaan itu diuraikan secara rinci oleh General Manager Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark, Azizul Kholis, yang didapuk sebagai nara sumber kunci mewakili ke-12 UGGp di Indonesia. Kemendagri menilai, Toba Caldera UNESCO Global Geopark adalah studi kasus yang paling menarik mengenai krisis yang dihadapi lembaga pengelola dalam upaya mempertahankan status geopark dalam jaringan UNESCO. Selain itu, Toba Caldera UGGp juga merupakan geopark terbesar di Indonesia dengan rentang wilayah yang mencakup 7 kabupaten.
Dalam pemaparannya, Azizul Kholis menguraikan secara runtut proses terbentuknya Badan Pengelola Toba Caldera TC-UGGp, mulai dari Peraturan Gubernur (Pergub) sebelumnya hingga Pergub No. 5 Tahun 2024 yang saat ini berlaku. Badan Pengelola Toba Caldera UGGp terbentuk melalui proses rekrutmen terbuka (lelang) untuk menjaring tim profesional yang nantinya secara khusus dan fokus menangani Toba Caldera UGGp. “Sebelumnya, lembaga pengelola TC UGGp diiisi secara ex-officio, dimana kepala badannya secara otomatis dijabat oleh kepala dinas pariwisata propinsi. Kami adalah produk pertama dari Pergub No. 5 Tahun 2024,” sebut Azizul.
Selanjutnya, dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan itu, memaparkan berbagai masalah kelembagaan dan sistem penganggaran yang dihadapi lembaga yang dipimpinnya, sehingga usaha untuk menjalankan fungsi lembaga ini menjadi sangat menuntut kerjasama semua pihak yang didasarkan oleh inisiatif dan semangat kreatif untuk mewujudkan kolaborasi di daerah. “Lembaga tidak memiliki suatu landasan hukum yang jelas dalam kedudukan dan nomenklatur pembangunannya secara teknis, sehingga propinsi pun harus kreatif dalam memberikan dukungannya kepada geopark karena komitmen yang kuat. Semua ini kita kuatirkan akan menimbulkan salah pengertian dalam konteks kepatuhan hukum dan peraturan pemerintah sendiri dalam penggunaan anggarannya,” ungkap Azizul Kholis.
Meskipun Toba Caldera UNESCO Global Geopark berhasil menerima status green card kembali, tetapi berbagai masalah yang dihadapinya selama proses itu maupun setelahnya telah diserap oleh Kemendagri sebagai leading issue dalam usaha penguatan pengelolaan geopark se-Indonesia, baik secara kelembagaan maupun kedudukan hukumnya dalam sistem pembangunan nasional. Memang belum ditemukan suatu formula kelembagaan dan aturan yang diyakini akan lebih cocok diterapkan untuk geopark. Sebab, kelembagaan yang membawa misi UGGp ini memang berbeda di tiap negara, sesuai keadaan karakter kawasan dan sistem pemerintahan masing-masing. Bahkan, variasi kelembagaan itu juga terjadi dalam satu negara disebabkan variatifnya potensi dan nilai-nilai setiap kawasan geopark yang ditetapkan. Keunggulan geologis di Geopark Merangin Jambi yang nilai utamanya adalah fosil dan hutan, misalnya, tidak akan sama dengan keunggulan geologis Geopark Kaldera Toba yang mengandung peristiwa dan tinggalan supervolcano Gunung Toba.
Pada saat ini, Kemendagri sedang dalam tahap mengidentifikasi dan mengumpulkan seluruh masalah utama terkait dengan pengelolaan geopark dalam kaitannya dengan peran pemerintah daerah. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Tubagus B. Chaerul Dwi Sapta, mengatakan, berdasarkan penelusurannya, terdapat 7 klaster permasalahan yang dia temukan, yang seterusnya akan ditindaklanjuti dalam bentuk Permendagri dan Perpres yang diperkirakan dapat mulai berlaku pada tahun 2027.
Di antara poin-poin permasalahan yang diungkapkannya adalah peningkatan infrastruktur, penunjuk arah, papan informasi, pentingnya memahami perbedaan semangat antara pariwisata dengan geopark, kelembagaan dan SDM, koordinasi lintas-pihak (pemerintah daerah, LSM, Pokdarwis, tokoh masyarakat, tokoh akademisi, tokoh agama), penggalian potensi ekonomi, promosi yang sporadis, degradasi lingkungan (erosi, banjir, kebakaran), edukasi dan konservasi, masalah penanggulangan sampah, potensi bencana, dan pendanaan.
Rapat dan seminar selama dua hari ini dihadiri puluhan perwakilan badan pengelola geopark se-Indonesia, para utusan organisasi pemerintahan daerah (OPD) yang memiliki geopark, serta pejabat atau para ahli lintas kementerian. Tampil juga sebagai nara sumber, Ketua Dewan Pakar Komite Nasional Geopark Indonesia, Profesor Mega Fatimah Rosana dan Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan di Kementerian Bappenas, Togu Pardede.


