Geodiversity atau geological diversity merupakan komponen utama dalam pembentukan sebuah kawasan geopark dimana geodiversity tersebut menunjukan gambaran dari keragaman geologi yang terdapat di suatu daerah; termasuk keberadaan, penyebaran dan keadaannya sehingga dapat mewakili evolusi geologi daerah tersebut. Kajian geodiversity terbatas pada unsur geologi saja (termasuk geomortologi), dan tidak untuk unsur lainnya seperti iklim dan tata guna lahan. Keragaman geologi (geodiversity) yang dapat dimanfaatkan dalam geopark merupakan warisan geologi yang mempunyai nilai ilmian (pengetahuan) yang tinggi sebagai bukti (rekam jejak) pembentukan bumi, jarang memiliki nilai pembanding di tempat lain, serta mempunya estetika dalam berbagai skala. Nilai-nilai tersebut menyatu membentuk sebuah kawasan yang unik sebagai tempat kunjungan yang berfungsi sebagai situs pengembangan ilmu pengetahuan kebumian dan sebagai destinasi pariwisata yang berkelanjutan yang dapat dijadikan sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi lokal maupun regional.
Erupsi Supervolcano
Kaldera Toba (2,88o N – 98,5o 2 E dan 2,35o N – 99,1o E) merupakan kaldera terbesar di dunia yang terbentuk pada Zaman Kuarter. Bentangalam yang dihasilkan oleh letusan “supervolcano” yang terjadi 74.000 tahun yang lalu ini terjadi melalui proses “volcano-tectonic explosive.” Peletusan ini mengikuti pola rekahan melingkar (ring-fracture) yang bersambungan. Letusan memuntahkan 2.800 km3 material vulkanik, berupa batu apung dalam jumlah yang sangat besar. Peristiwa ini menyebabkan terjadi kekosongan pada dapur magma, yang kemudian disusul dengan amblasnya tubuh gunungapi (flare-up). Erupsi “supervolcano” adalah sebuah erupsi ekplosif berkekuatan > 8 VEI (Volcanic Explosivity Index) yang memuntahkan material magmatik lebih dari 1.000 km3 (BBC, Science & Nature, 2000; de Silva, 2008; Chesner, 2012).
Hembusan material piroklastika ke atmosfer yang menyebar menyelimuti bumi memicu terjadinya “volcanic winter.” Musim dingin ini berdampak pada kerusakan lingkungan (flora, fauna) yang luar biasa, sehingga mempengaruhi populasi dan pola migrasi manusia pada saat itu (Petraglia dkk. 2007).
Gambar Ilustrasi tentang perbedaan fisik antara kaldera komposit (‘steady state’, A) dan kaldera ‘supervolcano’ (‘flare-up’ B), memperlihatkan karakteristik mula-jadi, besaran erupsi dan contohnya, Kaldera Crater Lake (Oregon, USA) dan Kaldera Toba (Sumatra, Indonesia), menurut De Silva (2008).
Gambar Peta Sebaran abu erupsi ‘supervolcano’ Toba menurut Costa (2014) (kiri), model yang memperlihatkan hembusan vertical dari material dan gas vulkanik yang menembus atmosphere (stratosphere) dan dampak terhadap lingkungan disekitarnya (tengah), dan rekaman temperature global dari 2500 BC sampai tahun 2007, memperlihatkan terjadinya anomali dalam siklus periodik akibat erupsi ‘super volcano’ Toba 74.000 tahun yang lalu (kanan).
Geological Heritage Toba Caldera
Kawasan Toba Caldera UNESCO Global Geopark tersebut meliputi area seluas 3.658 Km2, mencakup wilayah 7 (Tujuh) Kabupaten Kawasan Danau Toba, yaitu:
- Kabupaten Simalungun
- Kabupaten Toba
- Kabupaten Samosir
- Kabupaten Tapanuli Utara
- Kabupaten Humbang Hasundutan
- Kabupaten Karo
- Kabupaten Dairi
Tujuh kabupaten yang mempunyai pantai di danau Toba dengan batas kaldera rim yang sekaligus merupakan watershed DTA Danau Toba.
Peta Komplek Kaldera Toba (Chesner, 1991; 2012) memperlihatkan evolusi kaldera Toba (kiri), Peta Cekungan (DTA) Toba (Hartningsih dkk., 2003) memperlihatkan kawasan Daerah Tangkapan Ait (DTA) Kaldera Toba (tengah) dan Peta Kawasan (deliniasi) Kaldera Toba, DTA (BKEDT) dan Wilayah Administratif dari 7 Kabupaten yang mempunyai pantai di Danau Toba (kanan).
Warisan Geologi dan Deliniasi Kaldera Toba
Warisan Geologi adalah dasar dari pengembangan Taman Bumi. Kawasan Kaldera Toba adalah warisan geologi Danau Toba merupakan kaldera yang sangat besar berukuran 30 hingga 100 km, tinggi reliefnya mencapai 1.700 m dan kaldera ini terbentuk dalam beberapa letusan. Pengukuran endapan-endapan volkanik berupa tuf di sekitar Danau Toba menunjukkan bahwa Gunungapi Toba ternyata telah meletus beberapa kali. Paling tua di ketahui dari Tuf Dasit Haranggaol 1,2 juta tahun (Chesner dkk. 1991), kemudian terjadi juga letusan pada 840.000 tahun yang lalu (Diehl dkk, 1987), 501.000 yang lalu (Chesner dkk, 1991), dan letusan terbesar adalah yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu. Berdasarkan umur-umur letusannya, Chesner dkk(1991) memperkirakan daur letusan besar terjadi setiap 340.000 sampai 430.000 tahun sekali.
Geoarea Parapat dan sekitarnya mewakili Kaldera Porsea (terbentuk akibat letusan 800.000 tahun yang lalu), geoarea Haranggaol dan sekitarnya mewakili kaldera Haranggaol (terbentuk akibat letusan 500.000 tahun yang lalu) , Geoarea Muara-Bakkara dan sekitarnya mewakili Kaldera Sibandang (terbentuk akibat letusan 74.000 tahun yang lalu) dan Geoarea Samosir dan Pusuk Buhit mewakili bukti Up Doming (pengangkatan) Pulau Samosir dari dasar danau ke permukaan akibat sisa energi yang terdapat pada magma bawah permukaan bumi setelah letusan 74.000 tahun yang lalu.
Situs Geologi (Geosite) yang berada di Kabupaten Simalungun termasuk di dalam 2 (dua) Geoarea yaitu Geoarea Kaldera Porsea dan Geoarea Kaldera Haranggaol.
Geologi Daerah Danau Toba dan Kaldera Toba
Batuan Dasar di Sekitar Danau Toba
Kawasan Danau Toba termasuk dalam Peta Geologi sekala 1:250.000, Lembar Pematang Siantar dan Sidikalang. Kawasan ini beralaskan batuan berumur Paleo-Mesozoik dari runtunan batuan malihan berupa filit dan batusabak dengan sisipan lensa batugamping, kuarsit dan lapisan batulanau-batulumpur yang merupakan bagian dari satuan batuan Formasi Pangururan yang memiliki kisaran umur Permo-Karbon. Penamaan Formasi Pangururan di ambil karena runtunan satuan ini tersingkap baik di kawasan Pangururan sehingga diambil sebagai nama tipe lokasi.
Formasi Pangururan ini ditindih secara selaras oleh satuan batu-lumpur (meta-sedimen) yang lebih dikenal sebagai batuan “Pebbly Mudstone”. Satuan batuan initersusun oleh perselingan batulumpur, batulanau, batupasir kuarsa dan batugamping berlingkungan ‘glacial’ laut dangkal dari Formasi Bohorok yang diduga memiliki umur sekitar Permo-Karbon (+ 300 juta tahun). Satuan batuan ini ditutupi secara selaras oleh runtunan batugamping bioklasklastika, batupasir-glokonitan, batulumpur dan konglomerat dari Formasi Sibaganding yang memiliki kisaran umur dari Kapur sampai Eosen.
Di atas Formasi Sibaganding secara selaras di endapkan Formasi Parapat yang berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Satuan batuan ini diendapkan dalam lingkungan flufiatil sampai suH-litoral, memiliki karakteristik batuan klastika yang terdiri atas batupasir kuarsa, konglomerat dan batupasir glokonitan dimana pada bagian atasnya secara menerus berubah menjadi menyerpih dan mengandung batulumpur gampingan.
Sebaran runtunan batuan Formasi Pangururan tersingkap baik di pantai sisi barat Danau Toba mulai dari Pangururan, Bahabahai, Silalahi dan Harapa, disisi selatan mulai dari Harian Boho sampai Harian Dolok, di pantai sisi utara mulai dari Haranggaol sampai Sipintu Angin. Hampir semua singkapan Formasi Pangururan ini ditutupi secara takselaras batuan gunungapi Kuarter hasil erupsi kaldera Toba. Urutan satuan batuan (stratigrafi) Formasi Pangururan ini ditindih secara selaras oleh satuan batu-lumpur (meta-sedimen) yang lebih dikenal sebagai batuan “Pebbly Mudstone”. Satuan batuan initersusun oleh perselingan batulumpur, batulanau, batupasir kuarsa dan batugamping berlingkungan ‘glacial’ laut dangkal dari Formasi Bohorok yang diduga memiliki umur sekitar Permo-Karbon (+ 300 juta tahun).
Satuan batuan ini dijumpai disekitar Tongging dan Harapa Utara di pantai sisi barat Danau Toba sementara di pantai sisi timur di sekitar Taman Eden, Dolok Sisaesae dan Sibisa sebelah tenggara Parapat.
Di atas kedua runtunan batuan Permo-Karbon ini diendapkan secara takselaras oleh satuan batuan Formasi Kualu yang berumur Trias sampai Yura (Mesozoikum) yang terdiri dari runtunan batugamping, yang berstruktur banding (dengan sisipan baturijang berwarna pucat), silang siur, flute-cast dan lengseran kecil yang berlingkungan fluviatil laut-dangkal.
Sebaran Formasi Kualu meliputi sekitar pantai sisi utara-timur Danau Toba di wilayah Pasir Martabun dan Sibaganding. Satuan batuan ini ditutupi secara selaras oleh runtunan batugamping bioklasklastika, batupasir-glokonitan, batulumpur dan konglomerat dari Formasi Sibaganding yang memiliki kisaran umur dari Kapur sampai Eosen.
Satuan batuan Formasi Sibaganding diendapkan dalam lingkungan sublitoral laut terbuka berlanjut ke fluviatil. Lokasi tipenya berada di daerah Sibaganding di sisi timurlaut Danau Toba.
Batuan Formasi Sibaganding mempunyai kisaran umur dari Kapur (Mesozoikum) sampai Oligosen (Kenozoikum, Tersier), di tutupi oleh endapkan runtunan satuan batupasir-kuarsa, glokonitan, dan konglomerat setempat menyerpih dan batulumpur diendapkan dalam lingkungan fluviatil sampai sublitoral.
Di atas Formasi Sibaganding secara selaras di endapkan Formasi Parapat yang berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Satuan batuan ini diendapkan dalam lingkungan flufiatil sampai sub-litoral, memiliki karakteristik batuan klastika yang terdiri atas batupasir kuarsa, konglomerat dan batupasir glokonitan dimana pada bagian atasnya secara menerus berubah menjadi menyerpih dan mengandung batu lumpur gampingan.
Batuan Vulkanik
Setidaknya empat sekuen produk erupsi dikenali di kawasan Toba, dimana masing-masing dibatasi oleh struktur runtuhan (kaldera) yang terdapat di dalam sebuah kaldera besar yang terbentuk menyusul erupsi 2800 km3 dari Tuf Toba Termuda (YTT) pada 74.000 tahun yang lalu (Chesner & Rose, 1991). Tiga erupsi terakhir adalah erupsi kaldera yang yang dicirikan oleh tiga sekuen produk erupsinya beserta struktur-struktur kaldera runtuhannya, yaitu Tuf Toba Tertua (OTT, 840.000 tahun), Tuf Toba Menengah (MTT, 500.000 tahun) dan Tuf Toba Termuda (74.000 tahun). Pulau Samosir yang sebagian besar tersusun oleh endapan danau, terbentuk kemudian bersama dengan blok Uluan, karena pengangkatan dasar danau sebagai akibat proses pencapaian kesetimbangan baru pasca erupsi kaldera ‘super volcano’ 74.000 tahun yang lalu.
Morfologi
Kaldera Toba mempunyai bentang-alam yang nyaris tidak berbentuk sebuah gunung api sebagaimana kaldera volkanik lainnya, karena sebagian besar sisa tubuh gunung api ini tertutupi (tertimbun) oleh endapan piroklastika yang sangat tebal hingga lebih dari 500 m, sehingga membentuk dataran tinggi (plateau) dengan ketinggian berkisar antara1500-1800 m di atas permukaan laut.
Di tengah kaldera yang telah menjadi danau dengan tinggi permukaan air + 900 m di atas permukaan laut ini, terdapat Pulau Samosir, berbentuk lonjong, dengan tempat tertinggi mencapai 1600 m di atas permukaan laut. Menengah(MTT) serta Tuf Toba Termuda (YTT) dengan pusat erupsi diutara dan bagian selatan Toba. Mereka juga berpendapat bahwa proses pengangkatan blok Uluan terjadi pasca-erupsi OTT dan pulau Samosir terangkat dari dasar danau pasca-erupsi MTT, sedangkan pasca-erupsi YTT tidak terjadi pengangkatan.
Berdasarkan kajian akhir yang dilakukan dengan berbagai metodologi, diperoleh hasil yang lebih rinci,yaitu Kaldera Porsea yang merupakan kaldera yang terbentuk akibat erupsi Tuf Toba Tertua (OTT )terjadi pada 840.000 tahun yang lalu,Kaldera Haranggaol terbentuk akibat erupsi Tuf Toba Menengah (MTT) terjadi pada 500.000 tahun yang lalu dan Kaldera Sibandang yang terbentuk akibat erupsi Tuf Toba Termuda (YTT) terjadi pada 74.000 tahun yang lalu (Knight, dkk., 1986; Chesner & Rose, 1991;).
Kegiatan gunung api (yaitu keluarnya magma hingga kepermukaan bumi) Toba-Purba diperkirakan bermula sejak 1,2 jt tahun yl.,difasilitasi oleh sistem rekahan yang terjadi akibat kegiatan tektonik sistem Patahan Besar Sumatera (yang masih aktif hingga saat ini). Kegiatan tektonik ini berpengaruh pada konfigurasi (geometri) dar Kaldera (Danau Toba menjadi cenderung memanjang (90x30km2) daripada melingkar seperti kalderavolkanik pada umumnya (Tambora 1815, dan G. Batur – Bali).
Sinopsis Sejarah Geologi Toba Purba
Pulau Sumatra terbentuk susun oleh beberapa mintakat seperti Woyla, Bohorok, Pegunungan 30, Pegunungan 12 dan Bukit Garba yang berasal dari pecahan benua Gondwana yang berasal dari kawasan Kutub Selatan,adalah berkaitan dengan proses pembentukan benua India yang berlangsung sejak 225 juta tahun yang lalu (Permian). Dinamika bumi ini berlanjut dengan berkembangnya sistem subduksi Sumatra yang terbentuk oleh tumbukan lempeng samudera Indo-australia yang bergerak ke utara dan menabrak lempeng benua Eurasia, yang terjadi pada zaman Kapur. Patahan Besar Sumatera adalah patahan geser menganan, meliputi sepanjang pulau Sumatera (+ 1700 km) yang terbentuk pada zaman Kapur-Akhir (+ 100 juta th yl.), dimana kegiatannya berlangsung hingga saat ini. Daerah ini merupakan zona tektonik aktif yang terbagi dalam Geoarea-Geoarea patahan yang biasanya membentuk zona-zona depresi (amblesan), geseran dan seretan pada bagian-bagian tertentu.
Kegiatan gunung api (yaitu keluarnya magma hingga ke permukaan bumi) Toba-Purba diperkirakan bermula sejak 1,2 jt tahun yl., difasilitasi oleh sistem rekahan yang terjadi akibat kegiatan tektonik sistem Patahan Besar Sumatera yang masih aktif hingga saat ini. Kegiatan tektonik ini berpengaruh pada konfigurasi (geometri) dari Danau Toba menjadi cenderung memanjang (100 x 30 km2) dari pada melingkar seperti pada bentuk kaldera volkanik umumnya. Karakteristik Kaldera seperti ini dikenal sebagai volkano-tektonik.
Dinding Danau Toba dan Kaldera Toba
Dinding kaldera tersusun oleh formasi batuan tua yang terdiri dari satuan batuan meta-sedimen berumur lebih dari 300 juta tahun (Permo-Karbon), yang merupakan batuan dasar (mintakat) pembentuk pulau Sumatra yang berasal dari bongkah-bongkah (fragment) dari benua Gondwana yang terbentuk di lingkungan Kutub Selatan. Di tengah Danau Toba terdapat Pulau Samosir dengan ketinggian berkisar antara 900 hingga 1600 m di atas permukaan laut, yang terbentuk akibat pengangkatan dasar danau pasca erupsi kaldera yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu, sebagai akhir dari proses pencapaian kesetimbangan baru pasca-erupsi kaldera ‘supervolcano’.
Kaldera gunungapi (volkanik) terbentuk sebagai akibat dari erupsi eksplosif yang berkembang mengikuti pola rekahan melingkar (ring-fracture), dengan memuntahkan material volkanik berupa batuapung dalam jumlah besar, yang mengakibatkan terjadi kekosongan pada dapur magma, kemudian disusul oleh terjadinya amblasan (‘flare-up’) bagian tubuh dari gunungapi tersebut.
Mula jadi dari kaldera Toba ini berbeda dengan kaldera-kaldera lainya di Indonesia, yang umumnya berasal dari gunungapi strato (‘steady state’).